Author : Amallia P.B. Utami
Seiring berkembangnya teknologi menuju dunia digital, semua kegiatan yang berhubungan dengan teknologi perlu diperbarui. Bidang pengarsipan film menjadi salah satu contohnya. Film- archiving menjadi salah satu sorotan pengamat dan para sineas Indonesia, karena perlunya perawatan dan digitalisasi format filmnya.
Dalam diskusinya pada acara Membuka Layar Dalam Aksara yang diadakan oleh mahasiswa konsentrasi Penyiaran (15/12/18), UPN “Veteran” Yogyakarta, dosen mata kuliah Apresiasi Film dan Televisi, Fajar Junaedi, S.IP, M.Si berpendapat bahwa pengarsipan film di Indonesia belum sebagus di luar negeri. Pengarsipan film belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah. “Belum banyak lembaga yang menangani pengarsipan film. Bila nantinya film ini diapresiasi di luar negeri, di Oscar misalnya, lembaga akan mencarikan dan memberikan arsip dari film tersebut dengan mudah,” ujar pemilik akun Twitter @fajarjun ini.
Indonesia memiliki lembaga pengarsipan film yang sampai saat ini masih bertahan, yaitu Sinematek Indonesia. Dilansir dari Kompas.com, kepala Sinematek Indonesia, Adi Surya Abdi, mengatakan bahwa sarana dan prasarana hingga sumber daya manusia belum maksimal. Keterbatasan biaya menjadi kendala Sinematek untuk merawat semua arsip film koleksinya. Harapan Adi, baik sineas Indonesia dan pemerintah dapat memberikan bantuan untuk merawat salah satu bentuk warisan bangsa ini.
Indonesia sangat ketinggalan jauh dengan Prancis yang sudah memulai pengarsipan filmnya sejak tahun 1936 dibawah akomodir dari Cinémathèque Française. Lembaga pengarsipan film yang didirekturi oleh Costa Gavras ini menangani pengarsipan film dan sejenisnya dari seluruh dunia. Lembaga ini juga mengadakan pemutaran film- film alternative setiap hari.
Comments